Langsung ke konten utama

Impianku untuk Masa Depan Bandung (Pre-Chapter 2)

Sumber: prfmnews

Tahun 2015 saja telah tercatat sekitar 
2.481.469 manusia menjadi warga Kota Bandung. Bahkan tahun 2018, diketahui jumlah kendaraan roda dua sebanyak 1.251.080 unit dan 536.973 unit untuk roda empat. Dengan pertumbuhan 11% tahun! (baca: https://bandung.bisnis.com/read/20181002/549/1114194/pertumbuhan-kendaraan-di-bandung-11-per-tahun dan https://bandungkota.bps.go.id/statictable/2017/03/31/18/penduduk-kota-bandung-menurut-kelompok-umur-dan-jenis-kelamin-tahun-2015.html. Belum lagi kawasan Bandung Raya lain seperti Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat dan Sumedang bagian barat daya (Kecamatan Jatinangor, Cimanggung, Tanjungsari dan Sukasari).


Memilki kendaraan adalah hak setiap masyarakat. Asalkan memenuhi asas-asas hukum agama, negara dan norma masyarakat yang tidak saling bertentangan. Semakin banyak penduduk, maka semakin tinggi pengguna kendaraan di suatu daerah. Mengingat Bandung Raya kini menjadi kiblat utama menjalani kehidupan sebelum wafat bagi sebagian warga Indonesia. Jakarta dirasa terlalu membosankan.

Akan tetapi, jalan raya di Kota Bandung dan sekitarnya sudah tidak layak untuk menopang arus lalu lintas yang kian waktu bertambah dahsyat. Pertumbuhan infrastruktur jalan dan transportasi umum hampir tiada pengaruhnya. Apalagi di beberapa titik hanya menambah kemacetan. Terutama di persimpangan sebidang.

Mungkin beberapa teman yang mengunjungi Bandung dari kota besar lainnya terheran-heran. Mengapa hampir semua jalan di kota ini sempit dan satu arah? Bukankah Bandung merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia?

Saya bukan siapa-siapa dalam ilmu planologi kecuali orang bodoh dan melihat dari luarnya saja. Pekerjaan saya hanyalah pedagang minuman. Namun sesekali bersepeda dan somofuri (sometimes motorcycle fun riding) mengelilingi kota. Atau mencari hiburan dengan ngutak-ngatik Google Maps sembari membandingkan dengan keadaan di negara lain. Ya, mohon maaf... Sampura ning ingsun.

Setelah bahas masjid, izinkan saya di beberapa chapter ke depan membahas pandangan, kritik, saran dan harapan untuk infrastruktur penopang kawasan Bandung Raya. Yaitu:


  • Perlintasan tidak sebidang (flyover dan underpass).
  • Transportasi umum (Damri, TMB, ojol, taksi konvensional dan angkot)
  • Transportasi umum berbasis rel (KRD, KRL, LRT, kereta gantung, Monorail, trem hingga MRT)
  • Taman
  • Dan sebagainya.
Oke terima kasih. Hatur tengkyu gozaimas.

(Bersambung)








Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Impianku untuk Masa Depan Bandung (Chapter 1)

Setelah Rasulullah menginjakkan kakinya di Madinah, bangunan pertama yang dibangun umat Islam adalah masjid. Bukan istana. ----- Sebagai seorang muslim, saya ingat seperti yang dikatakan mamah. Sedari kecil saya selalu menghitung ada berapa masjid yang dilewati. Hal itu sering dilakukan saat melakukan perjalanan jauh.  Menurut situs sistem informasi masjid (SIMAS), jumlah masjid di Kota Bandung saja tercatat sebanyak 2256 buah! Sangat menggambarkan bahwa masyarakat kota ini bermayoritas pemeluk Islam yang taat.  Namun, sepanjang menempuh perjalanan hidup di Kota Bandung, saya merasa jarang melihat masjid yang berada di pinggir jalan besar. Khususnya di pusat kota. Kebanyakan berada di dalam gang sempit. Sangat sulit menemukan parkir motor apalagi mobil. Hal ini membuat sebagian muslim terutama supir taksi atau ojol semakin terhalang untuk shalat berjamaah tepat waktu. Akan tetapi, tidak jarang terdapat bangunan yang kosong atau tidak terpakai di pinggir...

Ngopi cuma 10k di Kedai Kopi Mewah di Bandung

... itulah yang membuat  stang  sepeda saya seolah dikendalikan  poltergeist  dan berhenti di tempat ini... ----- Sebagai pecinta kopi, tentu berseliweran pula berbagai postingan tentang apa yang dicintai di Instagram miliknya. Mulai dari iklan hingga seni fotografi lainnya. Tapi saya menemukan sebuah iklan yang cukup menarik. Beberapa kedai kopi di Bandung bekerja sama membuat program PANG ! Alias pagi ngopi, mulai jam tujuh sampai sepuluh pagi.  Maklum saja kebiasaan orang Indonesia memang kurang mengenal ngopi di tempat umum saat pagi hari. Maka mereka menyebarkan iklan program itu di berbagai media sosial. Harga kopi yang rata-rata seharga dua puluh ribuan menjadi ceban di waktu spesial itu. Kopi yang didiskon adalah espresso base seperti americano, cappucino dan latte. Sayangnya kopi manual brew tetap pada harganya. Wajar saja kualitas biji kopi yang digunakan biasanya berjenis speciality. Tak terlalu jauh dari rumah saya terdapat s...

Secukil Pengalaman Tentang Ennichisai 2019 (Day 1)

Ah, sudah lama saya gak pijat-pijat keyboard laptop buat ngasih sajen buat blog. Oke langsung aja. Ennichisai adalah festival kebudayaan Jepang yang diadakan komunitas warga Jepang di Indonesia. Biasanya diadakan hanya dua hari dan hanya setahun sekali di kawasan Blok M, Jakarta. Sebelumnya saya sempat menghadiri event ini tahun kemarin sebagai yang pertama. Tapi, Ennichisai tahun ini menurut saya sangat jauh lebih meriah. Ah, maksudku lebih rame aja. Hehe. Terlebih lagi dengan kehadiran moda transportasi baru berupa MRT. Saya tidak seperti wibu lainnya yang mendatangi Ennichisai buat menikmati konser musik, foto bareng cosplay dan sebagainya. Kecuali cuma lewat doang. Karena yang diutamakan menginjakkan kaki di tempat ini adalah: Nyobain jenis makanan Jepang yang seumur hidup belum pernah masuk lambung. Cari brosur pendidikan/pekerjaan di Jepang. FILOSOFI KOPI Belanja pernak pernik perwibuan (tapi bukan ngeborong) Memandang sedikit bagaimana pergerakan wibu dan dal...