Langsung ke konten utama

Impianku untuk Masa Depan Bandung (Chapter 0)


Sumber: Skyscrapercity


Ketika motor ini terpacu hingga puncak jembatan Kiaracondong. Waktu itulah segala pemandangan tersaji hingga sepasang bola mataku. Sebagian Bandung berkata bahwa kulitnya tumbuh semakin banyak insan bertandang. Dari gubuk reyot, kendaraan, jalan hingga gedung-gedung pencakar langit menjadi bagian bidak percaturan dalam rona kehidupan. 

Namun, ada kalanya derita walau sebesar cicit atom.

-----
Hampir seperempat abad sudah jantung ini berdetak di sebuah mangkuk raksasa. Makanan yang tersaji di dalamnya untuk makanan itu sendiri. Meski telah lama meniti drama dunia, adanya perubahan bukan berarti basi bagi sebagian rasa. Namun sebaliknya, beberapa hal yang tetap pada wujudnya dapat diucap kadaluarsa.

Di dunia ini, manusia yang paling mengerti diriku adalah orang tua. Ibu berkata bahwa sejak aku duduk di bangku TK, anak beliau ini memiliki buah tangan yang berbeda dengan murid lainnya. 

Apa yang aku gambar selalu saja jembatan, jalanan dan perkotaan. Bahkan balok kayu berwarna pun aku susun menjadi miniatur infrastruktur yang menjadi warna sehari-hari masyarakat dunia. Para guru sering kali memuji dan mendoakan masa depanku. Benar saja, sejak itu aku dihujani prestasi akademik. 

Waktu terus berlalu hingga teman silih berganti. Namun, perbedaan dengan masyarakat seusiaku tak disambut sukacita. Seolah orang-orang di sekitar menilai apa yang bagiku bermanfaat hanyalah humor dan khayalan belaka. 

Aku belum mampu untuk mencari teman seperjuangan. Bahkan karenanya, aku sempat gagal untuk mengenyam pendidikan di mana memiliki siswa dengan pemikiran hampir seragam.

Waktu terus berputar. Dan aku merasa mereka semua dekat dengan kata benar. Bahkan, aku sangat mencintai mereka karena kebenarannya. Hampir Tiada sebesar biji zarrah pun rasa kebencian kepada orang-orang itu. Karena mereka tetap pada pendiriannya. Semua kiranya diriku berjalan di jalur ego dan sangka.

Namun waktu yang lalu bukan lagi tempatku berada. Kegagalan sejati hanya ada disaat pemiliknya menyerah. Aku yang kini selalu berhadapan dengan gawai dan naik motor, izinkanlah bercerita. Apa yang ku dapatkan tentang daerah tercinta dan memberi tulisan harapan. Meski sarat akan kekurangan, Alfian ingin berucap.

Maafkan aku. Sampurasun.

(Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Impianku untuk Masa Depan Bandung (Chapter 1)

Setelah Rasulullah menginjakkan kakinya di Madinah, bangunan pertama yang dibangun umat Islam adalah masjid. Bukan istana. ----- Sebagai seorang muslim, saya ingat seperti yang dikatakan mamah. Sedari kecil saya selalu menghitung ada berapa masjid yang dilewati. Hal itu sering dilakukan saat melakukan perjalanan jauh.  Menurut situs sistem informasi masjid (SIMAS), jumlah masjid di Kota Bandung saja tercatat sebanyak 2256 buah! Sangat menggambarkan bahwa masyarakat kota ini bermayoritas pemeluk Islam yang taat.  Namun, sepanjang menempuh perjalanan hidup di Kota Bandung, saya merasa jarang melihat masjid yang berada di pinggir jalan besar. Khususnya di pusat kota. Kebanyakan berada di dalam gang sempit. Sangat sulit menemukan parkir motor apalagi mobil. Hal ini membuat sebagian muslim terutama supir taksi atau ojol semakin terhalang untuk shalat berjamaah tepat waktu. Akan tetapi, tidak jarang terdapat bangunan yang kosong atau tidak terpakai di pinggir...

Ngopi cuma 10k di Kedai Kopi Mewah di Bandung

... itulah yang membuat  stang  sepeda saya seolah dikendalikan  poltergeist  dan berhenti di tempat ini... ----- Sebagai pecinta kopi, tentu berseliweran pula berbagai postingan tentang apa yang dicintai di Instagram miliknya. Mulai dari iklan hingga seni fotografi lainnya. Tapi saya menemukan sebuah iklan yang cukup menarik. Beberapa kedai kopi di Bandung bekerja sama membuat program PANG ! Alias pagi ngopi, mulai jam tujuh sampai sepuluh pagi.  Maklum saja kebiasaan orang Indonesia memang kurang mengenal ngopi di tempat umum saat pagi hari. Maka mereka menyebarkan iklan program itu di berbagai media sosial. Harga kopi yang rata-rata seharga dua puluh ribuan menjadi ceban di waktu spesial itu. Kopi yang didiskon adalah espresso base seperti americano, cappucino dan latte. Sayangnya kopi manual brew tetap pada harganya. Wajar saja kualitas biji kopi yang digunakan biasanya berjenis speciality. Tak terlalu jauh dari rumah saya terdapat s...

Secukil Pengalaman Tentang Ennichisai 2019 (Day 1)

Ah, sudah lama saya gak pijat-pijat keyboard laptop buat ngasih sajen buat blog. Oke langsung aja. Ennichisai adalah festival kebudayaan Jepang yang diadakan komunitas warga Jepang di Indonesia. Biasanya diadakan hanya dua hari dan hanya setahun sekali di kawasan Blok M, Jakarta. Sebelumnya saya sempat menghadiri event ini tahun kemarin sebagai yang pertama. Tapi, Ennichisai tahun ini menurut saya sangat jauh lebih meriah. Ah, maksudku lebih rame aja. Hehe. Terlebih lagi dengan kehadiran moda transportasi baru berupa MRT. Saya tidak seperti wibu lainnya yang mendatangi Ennichisai buat menikmati konser musik, foto bareng cosplay dan sebagainya. Kecuali cuma lewat doang. Karena yang diutamakan menginjakkan kaki di tempat ini adalah: Nyobain jenis makanan Jepang yang seumur hidup belum pernah masuk lambung. Cari brosur pendidikan/pekerjaan di Jepang. FILOSOFI KOPI Belanja pernak pernik perwibuan (tapi bukan ngeborong) Memandang sedikit bagaimana pergerakan wibu dan dal...