Sumber: Wikipedia |
Beberapa pembaca yang berasal dari Pulau Jawa dan Sumatera mungkin sudah tidak asing dengan istilah KRD. KRD sendiri merupakan singkatan dari Kereta Rel Diesel. Namun kenyataannya, istilah ini mengacu pada kereta api berbahan bakar diesel jarak dekat. Atau dapat disebut pula kereta penglaju.
Penglaju sendiri adalah seseorang yang bepergian ke suatu kota untuk bekerja dan kembali ke kota tempat tinggalnya setiap hari, biasanya dari tempat tinggal yang cukup jauh dari tempat bekerjanya.
Ada 2 buah KRD yang melintasi Bandung Raya. Yakni Bandung Raya dengan rute Padalarang-Cicalengka dan Cibatuan dengan rute Purwakarta-Cibatu. KRD yang pertama digunakan waktu saya kecil yaitu KRD Bandung Raya. Keadaan rangkaian kereta saat itu sangat kumuh. Banyak dijumpai atapers, pengamen, gelandangan, banci hingga orang gila.
Akan tetapi, layout interior rangkaian kereta bisa dibilang lebih leluasa untuk layanan KRD di kota-kota besar. Bangku panjang saling berhadapan dan membelakangi dinding kereta. Di bagian tengah pun terdapat handle bagi penumpang berdiri. Dan seperti yang terdapat pada gambar di atas, pintu kereta juga terletak di bagian tengah gerbong. Sehingga penumpang lebih mudah untuk keluar masuk. Apalagi untuk jarak dekat begini minim rasa kagok. Rangkaian seperti ini biasa saya sebut sebagai "rangkaian komuter"
Sumber: Wikipedia |
Masa demi masa terus berjalan. Animo masyarakat akan KRD terus bertambah seiring semakin padatnya penduduk. Sayangnya, penggunaan rangkaian komuter terus dikurangi. Terakhir dari mereka yang dipakai adalah KRD Bandung Raya Patas atau Baraya Geulis sampai tahun 2015. Sampai saat ini, seluruh rangkaian KRD telah diganti dengan rangkaian kereta jarak jauh. PT KAI melakukan hal ini dengan alasan mesin kereta yang telah uzur.
Setiap jam sibuk, penumpang harus berjibaku masuk lewat pintu dan bordes yang sempit. Belum lagi di dalam rangkaian bergelut dengan bangku yang memakan jalan hingga hanya selebar satu orang saja! Tak jarang penumpang yang berada di tengah gerbong tertinggal stasiun non-terminus (bukan stasiun akhir-red). Apalagi tidak ada pintu di bagian tengah. Belum cukup dengan bersih saja.
Karena memakai lokomotif non-push-pull, akselerasi KRD menjadi lambat. Apalagi jika melalui banyak stasiun pemberhentian. Di setiap stasiun terminus, lokomotif harus berganti posisi dan memakan jalur lain untuk pulang pergi.
"Lah, KRL Jakarta aja lebih bejubel!". Bandung masih jauh untuk menandingi keramaiannya dengan Jakarta. Bukan berarti kawasan Bandung Raya lain dari metropolitan. Bandung butuh kereta api penglaju yang sesuai dengan aspek keperluan masyarakat daerah yang dilayaninya.
Sumber: Wikipedia Salah satu kereta api diesel dengan lokomotif push-pull di Filipina. Cocok digunakan untuk KRD penglaju/commuter |
Namun apa daya, industri kereta api PT INKA kini sedang kebanjiran order dari luar negeri. Sehingga pemerintah membuat pabrik baru lagi di Banyuwangi yang berkapasitas lebih besar. Ya, minta doa restu semoga berjalan lancar biar gak impor terus:')
(Bersambung)
Komentar
Posting Komentar