Langsung ke konten utama

The Believer and The Unbeliever Slut


------------
"Sudahlah bondot reyot! Tinggalkan halusinasi kehidupan setelah matimu. Terlalu sibuk terhadap dongeng zaman purba yang mengada-ngada, sampai lupa realita yang depan matamu sendiri!" bentak Grace dengan menggunakan seragam sekolah yang jauh dari norma agama sang kakek.
------------


"Agama itu hanya ada dua. Islam dan Kafir. Orang-orang kafir akan maju jika meninggalkan agamanya. Akan tetapi umat Islam akan mundur dan hancur jika meninggalkan agamanya."

Penggalan kajian Shubuh dari seorang kakek renta itu disandangkan kepada negeri yang kini beliau tinggali. 

Matahari rupanya sudah terbit. Beliau pulang dari masjid meninggalkan murid-muridnya yang bekerja sebagai marbot, dan mereka tinggal di ruang belakang. Jumlahnya hanya dapat dihitung dengan jari.. Karena dengan hingar bingar duniawi, pekerjaan pengabdi Tuhan dianggap kolot dan hanya dikenal sebagai budaya masa lampau.

Saat melangkahkan kaki, beliau menoleh ke rumah ibadah tua yang kini diapit oleh sebuah sekolah menengah atas bergaya futuristik nan angkuh. Seolah kemajuan peradaban manusia telah memangsa agama dan mengubahnya menjadi kotoran. 

Seketika teringat di benaknya perjalanan hidup dengan kenangan manis getir dan pahit bagaimana mempertahankan agamanya dalam negeri ini. Masjid yang menjadi saksi bisu ramainya anak-anak mengaji puluhan tahun silam, perlahan berkurang dimakan kehidupan materialistis dan hedonis.

Baru beberapa puluh meter berjalan hampir saja beliau ambruk. Radang sendi yang menggerogoti kakinya sejak belasan tahun ini kembali kambuh. Akhirnya ia duduk di kursi panjang sebuah taman milik yayasan sekolah itu. Beratapkan pohon Tabebuya dan aneka tugu artistik. Daun-daun keringnya bergerak dan terbang mengikuti irama angin.

Waktu masuk sekolah bisa dibilang masih sangat lama. Beberapa siswi sejenak duduk di kursi panjang yang sama dengan sang kakek. Mereka bertiga merumpi mulai dari konten di media sosial, hiburan hingga masalah asmara. Meski demikian tak lupa membicarakan beberapa materi sekolah.

Seragam minim musim panas yang dikenakan para siswi membuat pandangan sang kakek terbatas. Apalagi dengan kehadiran dua murid sejoli di sampingnya yang bermesraan. Inginnya beranjak dari tempat itu seperti halnya lari dari penyakit kusta. Tapi apa daya butuh beberapa waktu lagi agar sakit kakinya berkurang. Parahnya kini ada sepasang siswa flamboyan yang tak usah ditanya lagi kelakuannya di hadapan beliau. Betapa banyak hafalan ayat Al-Quran yang hilang ditelan pemandangan haram. 

Seorang di antara siswi yang berlagak 'ratu' melihat seseorang yang asing. Ia merasa ada kakek bersorban lusuh dan berjubah kusam ikut menduduki "kekuasaannya". Rena, Siswi sii 'paling ratu' itu pun mendekati sang kakek dengan congkak.

"Wah. Jaman gini masih ada aja orang suci 'mau' sekolah ilmiah di mari!" ujarnya merundung.

"Tu... tunggu. Apa yang kamu lakuin?" tanya Reiko sang siswi berabut kuncir dua.

"Yuk kita kasih pelajaran ke orang tua itu!. Biar di dunia ini sudah habis pemikiran kolot macam dia!" timbrung si tomboy Grace yang lebih angkuh.

"E... eh kalian, biarin aja bapak itu sama hidupnya sendiri"  pinta Nagisa dengan terbata-bata.

Ketiga siswi itu mendatangi sang kakek, lalu mencecarnya dengan kalimat-kalimat yang bertentangan dengan agama. Mulai dari kehidupan sehari-hari hingga "filsafat manusia lebih tinggi dari Firman Tuhan keluar dari mulut mereka". Akan tetapi sang kakek memilih lebih banyak diam daripada bicara. Ibarat singa di tengah gonggongan anjing betina. 

Namun, Nagisa yang pemalu hanya dapat menonton perbuatan mereka. Sampai akhirnya ia menyampaikan pertanyaan yang menjadi pamungkas dari debat rundung terhadap sang kakek.

"Pak, aku mau nanya. Jika seandainya kehidupan setelah kematian itu tidak ada, apakah bapak akan menyesal terhadap semua ibadah yang menyita waktu bapak semasa hidup, ternyata sia-sia belaka?"

Sang kakek tersenyum dan beliau menjawab.

"Hehehe... Jika dunia ini ternyata sama seperti yang kalian percaya, bapak tidak masalah. Kalaupun segala amal ibadah yang dilakukan sia-sia, maka di sisi lain penderitaan bapak pun semua hilang. Semua kembali dalam ketiadaan dan kehampaan. Yang harusnya menyesal itu, orang-orang seperti kalian seandainya kehidupan setelah kematian itu ada! Bekal apa yang dimiliki selain cinta dunia dan takut mati?"

Dengan sumringah beliau merasakan kakinya tak berbeban sama dengan pikirannya. Sang kakek bangkit dan berlalu meninggalkan keempat siswi 'entah'-teis yang ter"savaged" itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Impianku untuk Masa Depan Bandung (Chapter 1)

Setelah Rasulullah menginjakkan kakinya di Madinah, bangunan pertama yang dibangun umat Islam adalah masjid. Bukan istana. ----- Sebagai seorang muslim, saya ingat seperti yang dikatakan mamah. Sedari kecil saya selalu menghitung ada berapa masjid yang dilewati. Hal itu sering dilakukan saat melakukan perjalanan jauh.  Menurut situs sistem informasi masjid (SIMAS), jumlah masjid di Kota Bandung saja tercatat sebanyak 2256 buah! Sangat menggambarkan bahwa masyarakat kota ini bermayoritas pemeluk Islam yang taat.  Namun, sepanjang menempuh perjalanan hidup di Kota Bandung, saya merasa jarang melihat masjid yang berada di pinggir jalan besar. Khususnya di pusat kota. Kebanyakan berada di dalam gang sempit. Sangat sulit menemukan parkir motor apalagi mobil. Hal ini membuat sebagian muslim terutama supir taksi atau ojol semakin terhalang untuk shalat berjamaah tepat waktu. Akan tetapi, tidak jarang terdapat bangunan yang kosong atau tidak terpakai di pinggir...

Ngopi cuma 10k di Kedai Kopi Mewah di Bandung

... itulah yang membuat  stang  sepeda saya seolah dikendalikan  poltergeist  dan berhenti di tempat ini... ----- Sebagai pecinta kopi, tentu berseliweran pula berbagai postingan tentang apa yang dicintai di Instagram miliknya. Mulai dari iklan hingga seni fotografi lainnya. Tapi saya menemukan sebuah iklan yang cukup menarik. Beberapa kedai kopi di Bandung bekerja sama membuat program PANG ! Alias pagi ngopi, mulai jam tujuh sampai sepuluh pagi.  Maklum saja kebiasaan orang Indonesia memang kurang mengenal ngopi di tempat umum saat pagi hari. Maka mereka menyebarkan iklan program itu di berbagai media sosial. Harga kopi yang rata-rata seharga dua puluh ribuan menjadi ceban di waktu spesial itu. Kopi yang didiskon adalah espresso base seperti americano, cappucino dan latte. Sayangnya kopi manual brew tetap pada harganya. Wajar saja kualitas biji kopi yang digunakan biasanya berjenis speciality. Tak terlalu jauh dari rumah saya terdapat s...

Secukil Pengalaman Tentang Ennichisai 2019 (Day 1)

Ah, sudah lama saya gak pijat-pijat keyboard laptop buat ngasih sajen buat blog. Oke langsung aja. Ennichisai adalah festival kebudayaan Jepang yang diadakan komunitas warga Jepang di Indonesia. Biasanya diadakan hanya dua hari dan hanya setahun sekali di kawasan Blok M, Jakarta. Sebelumnya saya sempat menghadiri event ini tahun kemarin sebagai yang pertama. Tapi, Ennichisai tahun ini menurut saya sangat jauh lebih meriah. Ah, maksudku lebih rame aja. Hehe. Terlebih lagi dengan kehadiran moda transportasi baru berupa MRT. Saya tidak seperti wibu lainnya yang mendatangi Ennichisai buat menikmati konser musik, foto bareng cosplay dan sebagainya. Kecuali cuma lewat doang. Karena yang diutamakan menginjakkan kaki di tempat ini adalah: Nyobain jenis makanan Jepang yang seumur hidup belum pernah masuk lambung. Cari brosur pendidikan/pekerjaan di Jepang. FILOSOFI KOPI Belanja pernak pernik perwibuan (tapi bukan ngeborong) Memandang sedikit bagaimana pergerakan wibu dan dal...